Kiritani Shuji bersiap diri ke sekolah, sudah menjadi kebiasaan Shuji setiap hari saat berangkat ke sekolah, dia selalu mampir ke suatu tempat untuk melihat pohon willow keramatnya.
Demi bisa menyentuh pohon willow, Shuji rela berlari-lari menghindari kejaran para pekerja konstruksi di dekat pohon willow. Setelah bisa menyentuh pohon willow itu, Shuji baru bisa merasa puas, bagi Shuji pohon willow tersebut bagaikan memberinya semangat dan energi hidup.
Jadi, sebelum aku menyentuh pohon willow, aku tidak bisa pergi ke sekolah. Aku putuskan ini adalah jalanku. Bahkan jika aku menjelaskannya pada mereka, orang-orang itu tidak akan mengerti.
Shuji, seorang siswa SMA yang populer di sekolahnya dan selalu melakukan kegiatan sehari-harinya dengan rutin.
Menurutku, semua yang ada di dunia ini adalah sebuah permainan. Sebenarnya, aku tidak sepenuhnya percaya hal itu tapi semakin aku berpikir tentang ini aku tidak bisa melewatinya setiap hari.
Guru olahraga, Sebastian menyuruh murid untuk berkumpul, bubar, berkumpul, bubar, berkali-kali… selalu seperti itu setiap pelajaran olah raga, membuat murid-murid menjadi bosan.
Setiap hari hanyalah pengulangan hal-hal yang tak berguna, orang-orang membicarakan sesuatu dan aku ingin menjawab… benar-benar tak ada hal yang bisa kulakukan denganmu! Mereka mengatakan hal itu hanya karena mereka melihatnya di TV! Orang-orang yang ada di jalan lain, mungkin bisa jadi “berbahaya”. Dalam dunia yang penuh dengan anak-anak ini, orang yang menjadi pecundang “nyata” (dalam permainan) adalah…
“Shuji!”, panggil teman sekelas Shuji saat Shuji melewati koridor kelas. “Mau pergi ke karaoke?”, tanya temannya itu.
Lihat apa yang kau katakan… kalian tidak pernah mengembalikan uangku saat terakhir kali!
“Tentu saja aku akan pergi”, jawab Shuji ceria. “Oh, tapi… guru memanggilku untuk menemuinya saat pulang sekolah. Di tempat biasanya kan? Saat aku sudah selesai, aku akan datang dan bergabung bersama kalian”, lanjut Shuji saat teman-temannya protes karena Shuji tidak bisa ikut.
Meskipun kalian menungguku sampai 100 tahun, aku tidak akan pergi! Jika aku tetap berakting keren dan menjaga imej-ku, maka aku akan bisa mencapai tujuanku. Jadi… hari ini seperti biasanya, tetap jadi keren…tapi bersahabat dan ringan tangan, Kiritani Shuji-kun ini adalah akting yang susah untuk diatur. Tapi…bahkan untuk orang yang se-sempurna diriku ada musuh yang aku takuti…
Shuji sedang jalan menuruni tangga saat terdengar sebuah suara,”Ketemu kau!”. “Kusano…”, gumam Shuji tak nyaman.
Kusano Akira adalah teman sekelas Shuji juga, dia merupakan laki-laki gemulai yang selalu melambai-lambaikan tangannya ketika berjalan, cara bicaranya pun khas, selain itu dia selalu membicarakan hal-hal yang kadang tak masuk di akal Shuji. Kusano suka menggelendot dan menempel seperti lem pada Shuji, maka dari itu Shuji tak terlalu menyukai Kusano dan tak pernah berakting manis di depan Kusano.
Kusano : Tuhan sudah mati.
Shuji : Dari mana kau dengar itu?
Kusano : Dari para filosof. Tapi apa kau pikir tuhan bisa mati? Maksudku, bagaimana tuhan bisa mati?
Shuji jalan lebih cepat, berusaha menghindar dan cuek pada Kusano yang masih saja cerewet bicara tak karuan ujung pangkalnya. “Hei, jangan abaikan aku! Aku tahu, kau membuka dirimu hanya padaku”, tepuk Kusano yang merasa dicuekin, “Hei,.”, seru Shuji. “SStt… jangan katakan! Kita ini teman kan?”, kata Kusano. Shuji mulai kesal,”Tidak, kita bukan teman! Aku akan mengatakannya sekarang. Kita bukan teman atau apapun!”. Kusano salah tangkap maksud Shuji,”Jadi, kau juga menyembunyikan itu sekarang”. Shuji tak habis akal,”Kalau begitu, sebagai teman bisakah aku mengatakan satu hal?”, tanyanya pada Kusano. “Tentu saja”, jawab Kusano.
Shuji : Saat kau jalan menuruni tangga kau tahu bagaimana kau menggerakkan tanganmu seperti ini [Shuji memperagakan gerakan tangan Kusano yang gemulai], kau benar-benar…
Tapi Kusano tetap tak merasa,”Aku tidak melakukan itu, heheehehe…”, dia lalu meninggalkan Shuji dan tetap jalan menuruni tangga dengan tangan gemulai seperti bangau terbang.
Aku benar-benar membencinya.
Hari berikutnya, seperti biasa… Shuji memikul sepedanya ke atas tembok untuk bisa melihat pohon willow, tapi… “Tidak ada di sana, pohon willownya!! Kenapa?”, seru Shuji tak percaya. Shuji lalu dengan cepat mengendarai sepedanya menuju area pohon willow. Dia shock saat melihat pohon willow kesayangannya benar-benar tidak ada dan tanah di sekitar pohon willow berantakan, menunjukkan bekas pohon besar yang sudah dicabut dari tanah.
“Hilang! Pohon Willow, Kenapa? Itu Adalah Tempat Paling Nyaman Untukku. Hei!!! Ikan!!! Kenapa Pohonnya Tidak Ada Di Sini? Katakan Padaku!! Heiii…. Willow…Di Mana Kau? Willoww!!! Hei…”, teriak-teriak Shuji seperti orang gila yang hilang kesadaran. (wkwkwk… ga nyangka Shuji punya sisi ini juga, tapi bukan patah hati karena wanita, malah karena pohon, benar-benar…)
Saat Shuji teriak-teriak tak jelas itulah muncul sesosok berambut panjang yang berdiri di hadapan Shuji dan membuat Shuji terpana kaget. Shuji menggumam,”Mungkinkah itu… peri pohon willow?”. Sosok itu maju dan semakin mendekat ke arah Shuji. “Apa, apa yang kau inginkan?”, tanya Shuji ketakutan sampai jatuh terjungkal. Sosok wanita itu bicara,”Pohon willow… jika kau mencarinya, pohon itu tidak ada di sini. Siang tadi mereka mencabutnya dan memindahkannya ke tempat lain. Itu adalah pohon willow, jadi itu bukan tempat terbaik untukku bergantung tapi… Saat pohon itu bergoyang, tidak terlihat seperti sesuatu di dunia ini dan itu bagus”. Setelah mengucapkan semua itu, gadis berambut panjang itu menyunggingkan bibirnya. Shuji bertanya ketakutan,”Umm… apakah perutmu sakit?”. “Kenapa?”, tanya gadis itu balik. “Umm…mukamu terlihat sepertinya kau sedang sakit perut”, jawab Shuji. Gadis itu mengerti maksud Shuji, ”Aku tersenyum”, jelas gadis itu sambil tersenyum lagi.
“Oh, kau tersenyum..senyum…kau senyum…”, kata Shuji seraya cepat-cepat bangkit dan menaiki sepedanya karena merasa takut, tapi sesaat kemudian dia berhenti dan melihat gadis itu lagi baru benar-benar pergi. Sedangkan gadis itu hanya memandang kepergian Shuji tanpa ekspresi.
Hari dimana pohon willow dicabut, dia datang…dia dendam pada semua yang ada di dunia ini, gadis itu…dan…
Gadis aneh itu, menyendiri dalam gelap di rumahnya, dia merusak gambar-gambar wanita yang ada di koran, majalah dan lainnya.
Karena mereka, hari-hari damaiku di sekolah pelan-pelan mulai berubah. Tapi kali ini, aku tak mengerti tentang hal ini.
Meskipun pohon willow kesayangannya sudah dicabut, Shuji tetap datang ke area pohon willow tersebut walau hanya untuk melihat gundukan tanah bekas tempat pohon willow.
Oh… Hidupku setelah itu, Aku sebenarnya tidak ingin membicarakannya.
Di sekolah Shuji ada sepasang entertainer yang [merasa diri mereka] berbakat, mereka adalah Honda dan Hasegawa. Keduanya selalu tampil dan menghibur teman-teman dengan banyolan dan lawak mereka. Mereka menyebut diri mereka sebagai “Destiny”.
Hari itu Honda menceritakan tentang Go-yoku Do, sebuah toko buku unik di dekat sekolah mereka. Pemilik toko buku tersebut unik karena melarang siapapun yang tidak berpenampilan bagus untuk membaca buku tanpa membeli. Guru Sebastian pun pernah mencoba untuk datang ke toko buku tersebut dan hasilnya??? Dia langsung diusir!! bahkan saat dia baru sempat membaca judul buku. Teman sekolah mereka, Bando juga pernah mencoba masuk ke toko buku itu. Hasilnya? Bando dan kawanannya juga langsung dihalangi oleh pemilik Go-yoku Do, bahkan Bando dilempar dengan keras hingga dia tersungkur di jalan. Semua itu karena ternyata Go-yoku Do juga melarang gadis kebai untuk masuk ke toko tersebut. Gadis kebai adalah sebutan untuk gadis-gadis nakal. Jadi di depan pintu masuk Go-yoku Do itu pemiliknya menempelkan tulisan di sisi kanan dan kiri bahwa orang yang tidak berpenampilan bagus dan gadis kebai tidak diijinkan untuk masuk ke toko bukunya. Dengan kata lain hanya orang-orang tertentu saja yang bisa masuk dan membaca buku di Go-yoku Do. Sejauh ini hanya satu orang saja dari sekolah Shuji yang bisa masuk ke Go-yoku Do dan dia adalah Uehara Mariko dari kelas A. Uehara Mariko, gadis yang cantik, populer, jago main basket dan disegani oleh teman-temannya.
Kemudian seorang siswa masuk ke kelas dan memberikan pengumuman bahwa akan ada murid baru di kelas mereka, kelas B [kelas Shuji]. Murid baru itu adalah seorang perempuan dan katanya dia lebih cantik daripada Uehara Mariko. Para siswa laki-laki langsung bergosip dengan semangat tentang siswa baru tersebut. Seperti biasa, Shuji masuk ke kelas dan langsung berseru memberikan salam khasnya, “Konnichi getsu, ka, sui, moku, kin…” [Halo Senin, Selasa, Rabu…] yang dijawab oleh teman-temannya, “DOOOO!!!!”. “Shuji, ada siswa baru”, kata teman Shuji pada Shuji.
Shuji : Tentu saja aku sudah tahu, aku meminta Tani menjadi mata-mata di ruang guru!
Sementara itu Tani kembali ke kelas B setelah melakukan pengintaian siswa baru di ruang guru, dia lari-lari dengan semangat dan tersenyum membawa hasil pengintaiannya. Semua langsung antusias dan penasaran begitu Tani sampai di kelas dan mereka langsung berseru,”Yayyyy….!!!”. “Apa dia cantik?”, tanya seorang siswa. Tani mengangguk-angguk dengan semangat. Tani bahkan mengibaratkan kecantikan siswa baru itu sama seperti Yada Akiko [artis Jepun yang sangat cantik]. Lalu seorang siswa aneh [Shuji memanggilnya serangga] menepuk Shuji dan memperlihatkan foto siswa baru itu di ponselnya (tapi fotonya dari belakang, wkwkwk…). Shuji langsung memperlihatkan foto itu pada siswa yang lain. (btw, Shuji ini lebai banget sih). Kusano masuk kelas dengan berita baru, salah satu temannya tanya berita apa itu, Kusano menceritakan tentang Sebastian yang masuk ke Go-yoku Do, argghh… semua langsung berpaling dan mengabaikan Kusano. Kusano memang seperti itu, dia menceritakan hal yang sudah basi tapi dia tidak pernah sadar diri.
Akhirnya…saat yang mereka tunggu datang juga, siswa baru itu jalan menuju kelas. Guru memanggil siswa baru itu untuk masuk dan semua langsung kaget,”Apa??? Dia Bukan Yada Akiko!!!”. Dan yang paling shock adalah Shuji, “Apaaa??? Willow!!!”, seru Shuji sambil menunjuk-nunjuk siswa baru itu yang ternyata memang gadis misterius berambut panjang yang ditemui Shuji di area bekas pohon willow. “Apa kau mengenal Kiritani?”, tanya Guru pada siswa baru itu. Siswa baru tersebut menggeleng. Guru mengenalkan siswa baru itu bernama Kotani Nobuko. “Ini adalah waktu perkenalan, jadi kalau kau punya hobi atau sesuatu, katakan saja”, kata Guru. “Tidak ada”, jawab Kotani dengan kepala yang terus menunduk. Bando dan kawanannya melihat Kotani dengan pandangan melecehkan dan mereka punya rencana jail untuk Kotani.
“Shuji-kun dia di sini”, seru teman Shuji saat melihat Mariko ada di pintu kelas B. Shuji mengerti dan bangkit dari duduknya, sebelum pergi dia memberikan salam khasnya, “Bye-cyle!” yang langsung dijawab teman-temannya dengan,”Bye-Bye-CYCLE!”. “Aku bangga dengan makan siang hari ini!”, kata Mariko saat Shuji sudah di depannya. Shuji menjawabnya dengan antusias [dan menurutku berlebihan].
Setelah Shuji dan Mariko pergi, ada seorang siswa perempuan yang tanya pada kelompok siswa laki-laki,”Apa Shuji pacaran dengan Uehara Mariko?”. “Jika mereka tidak pacaran, mungkinkah Shuji dan Mariko selalu makan siang bersama?”, jawab siswa laki-laki.
Shuji dan Mariko makan siang di ruang memasak. Uehara Mariko memang selalu membawa sepasang bento setiap hari, untuk dirinya sendiri dan untuk Shuji. Mereka berdua selalu makan bersama di ruang memasak, maka dari itu Shuji tidak pernah membawa bento sendiri seperti siswa-siswa yang lain karena Mariko selalu menyiapkan bento untuknya. [bento=bekal makan orang Jepun] Siswa-siswa lain pun menganggap bahwa Shuji dan Mariko adalah pasangan.
“Terlihat Sangat Lezat… WOWW!!”, komentar Shuji begitu melihat isi bento mereka hari itu, brokoli siomay. Mariko tersenyum senang melihat Shuji. “Siswa baru yang mirip Yada Akiko, kudengar…”, Mariko memulai obrolan mereka. “Oh.. itu bohong, dia menakutkan!”, kata Shuji.
Sementara itu, Bando dan kawanannya mendekati Kotani yang sedang makan siang sendirian dan mengganggunya, mereka menjatuhkan bento Kotani ke lantai dan pergi begitu saja dengan tawa riang. Kotani memunguti nasinya yang berserakan tanpa ekspresi, tak ada teman-teman lain yang berani dan mau membantu Kotani.
Mariko bertanya pada Shuji di mana mereka akan bertemu nanti. “Apa?”, gumam Shuji tak mengerti. “Kau lupa? Kita sudah janji hari ini”, kata Mariko cemberut. Shuji menjawab buru-buru,”Aku ingat sungguh”. “Jam berapa kita ketemu?”, tanya Mariko. Shuji terdiam sebentar, terlihat berpikir lalu minta maaf,”Hari ini aku harus melakukan sesuatu”. “Apa itu?”, tanya Mariko. “Emm… melayat”, jawab Shuji tak meyakinkan. Mariko agak tidak percaya kata-kata Shuji. Shuji meyakinkan Mariko bahwa dia benar-benar harus melayat, bahkan Shuji mengeluarkan dasi hitam dari saku celananya,”Lihatlah!”. “Oh, kau benar”, kata Mariko percaya. Mariko tidak menyerah,”Lalu, kita ubah saja tanggal kencannya. Bagaimana? Kapan kita bisa kencan?”, tanya Mariko yang langsung membuat Shuji tergagap lagi. Saat Shuji kebingungan memikirkan jawaban itulah, Kotani muncul di ruang memasak. Shuji dan Mariko menoleh pada Kotani, membuat Kotani salah tingkah. “Aku mencari tempat untuk membuang ini”, skata Kotani menunjukkan bentonya. “Hari ini ada kelas memasak, jadi kau tidak bisa membuangnya di sini”, jelas Shuji. Melihat kesempatan itu, Shuji langsung punya ide untuk menghindari pertanyaan Mariko,”Buanglah di luar, kau tidak tahu di mana? Aku akan mengantarmu ke sana”, kata Shuji sembari berdiri dan memakai jasnya. Mariko kaget karena Shuji tiba-tiba mau pergi. Shuji menjelaskan,”Di adalah Yada Akiko kelas kami, dia mungkin tidak tahu ke mana harus pergi karena itu aku akan mengantarnya”. “Ayo pergi”, kata Shuji pada Kotani. Mariko hanya bisa diam melihat kepergian mereka.
Shuji mengantar Kotani ke tempat pembuangan sampah sekolah mereka. “Kenapa kau tidak kembali? Pacarmu sedang menunggu”, tanya Kotani yang melihat Shuji diam saja tak beranjak. “Oh, tidak masalah. Sebenarnya dia bukan pacarku”, jawab Shuji seraya membuang dasi hitam dari saku celananya. “Lalu bagaimana tentang melayatnya?”, tanya Kotani lagi. “Oh itu, itu adalah kebohongan”, jawab Shuji enteng. “Tapi dasinya?”, tanya Kotani. “Pagi tadi aku menemukannya saat berangkat sekolah. Kupikir dasi itu mungkin akan berguna untuk membatalkan acara mendadak”, terang Shuji.
Kotani : Jadi, jangan membuat janji yang tidak bisa kau tepati.
Shuji kebingungan lagi bagaimana menjawab kata-kata Kotani, “itu…itu…” lalu tiba-tiba ada suara yang muncul dari atas mereka,”Sebenarnya!”. “Catherine!”, seru Shuji. Catherine “bertengger” di atap lalu melompat turun dengan lincah dan pergi dengan santainya. Setelah beberapa langkah, Catherine berbalik dan pesan pada Kotani,”Kau harus mengajarinya untuk menjadi orang yang lebih baik”. “Siapa dia”, tanya Kotani pada Shuji. “Wakil kepala sekolah”, jawab Shuji.
Saat pulang sekolah, kunci sepeda Kusano hilang jadi dia menumpang paksa pada Shuji dan ceriwis tak jelas sepanjang jalan, membuat Shuji jengkel.
Shuji mengantarkan Kusano sampai ke toko Hirayama Tofuten yang menjual tahu. “Jadi ini rumahmu?”, tanya Shuji saat mereka berdua naik ke atap rumah. ”Tidak, aku menumpang di sini. Rumahku ada di lantai paling atas gedung itu”, jawab Kusano seraya menunjuk sebuah gedung tinggi di seberang. Shuji tak percaya,”Mansion itu?”. “Ya”, jawab Kusano santai.
Shuji : Kau anak orang kaya?
Kusano : Yup!!
Shuji : Apa yang ayahmu lakukan?
Kusano : Ayahku…ada di bangunan sebelah kanan lantai paling atas, dia adalah presdir.
Shuji : Presiden? Lalu kenapa kau ada di sini?
Kusano : Ayahku berkata padaku,”Kau akan meneruskan perusahaan jadi bersenang-senanglah selama masa-masa SMA-mu. Nikmati masa mudamu sampai penuh, habiskan waktumu dengan bijak.” Aku tidak tahu masa muda itu seperti apa…
Shuji : Menurutku itu seperti melakukan apa yang tak pernah dilakukan oleh orang lain atau memanfaatkan energimu sampai habis, sesuatu seperti itu.
Kusano : Jadi apa yang kita lakukan?
Shuji : Pikirkanlah sendiri
Setelah ngobrol sampai malam, Shuji pulang juga ke rumahnya. Adik Shuji bergegas lari menyambutnya dengan panik. “Oh Koji ada apa?”, tanya Shuji. “Ibu..sesuatu baru saja terjadi, cepatlah!! Cepat cepat”, kata Koji menarik-narik Shuji untuk segera masuk rumah. Di dalam rumah, ayah Shuji sedang menonton berita dengan serius, begitu melihat Shuji, ayah Shuji lalu menangis.
Presenter berita itu mengabarkan tentang kecelakaan pesawat terbang yang baru saja terjadi dan Koji mengatakan bahwa ibu mereka ada di dalam pesawat tersebut. “Apaa?? Benarkah?”, Shuji shock tak percaya. Dan nama ibu Shuji –Kiritani Nobuko- memang terpampang di layar kaca sebagai daftar korban kecelakaan pesawat terbang itu. Shuji sangat panik dan khawatir, dia cepat-cepat menelepon ponsel ibunya, tapi tak ada jawaban karena ternyata ponsel ibu Shuji ada di sekitar reruntuhan puing pesawat yang terbakar. “Dia tidak mengangkatnya”, kata Shuji putus asa. Ketiga laki-laki itupun seketika lemas tak berdaya.
Tiba-tiba! Kriiingg….Kriiinggg….Kriiinggg…telepon rumah mereka bordering, Shuji, Koji dan ayahnya kaget. “Siapa itu? Telepon verifikasi identifikasi korban?”, gumam Shuji ketakutan. Ayahnya menyuruh Shuji untuk segera mengangkat, Shuji tidak mau, dia minta ayahnya saja yang mengangkat telepon itu, tapi ayahnya lebih ketakutan daripada Shuji hingga suaranya tak bisa keluar. Akhirnya Shuji memberanikan diri mengangkat telepon itu, “Haik?? [Ya??]”. Semua menunggu jawaban orang di seberang telepon dengan was-was. “IBU?? BENARKAH?”, teriak Shuji kaget tak percaya.
3 komen ^__^:
cie.. cie.. ada yg berproduksi lg.. lgs sinops br pl.. mg g dtinggal lg deh..
mampir ke tempat Aya, eh nemu sinops baru, jadi pengen ngikutin ceritanya :)
ah.... seru nie kyak nya. sinopnya yg eps.dua donx. tolong ya, alnya aku nyari d mana2 g da. please
Posting Komentar